Batu Misterius


Sinar mentari pagi masuk mengendap melalui ventilasi kamarku. Cahayanya menyinari kedua mataku selayaknya sang mentari membangunkan diriku dari alam mimpi. Aku merasakan kehangatan pagi sehingga aku membuka kedua kelopak mataku dan mulai bangkit melihat suasana diluar ruangan ini.
Kamar tidurku terletak dilantai dua, sehingga aku bisa melihat pemandangan pagi desa ini. Mataku selalu tertuju kearah barat karena disitulah terdapat prasasti Sigiliyph. Sebuah prasasti yang menjadi ikon desaku ini. Batu berbentuk tameng itu masih berdiri dengan kokoh tak terobohkan. Aku sangat takjub dengan batu bertulis tersebut, karena bentuknya yang sungguh artistik menyerupai tameng para prajurit jaman dahulu. Bagian depan batu tersebut terdapat ukiran tulisan yang terdiri dari lima baris dan ditulis menggunakan huruf aneh. Seluruh penduduk desa ini tak ada yang tahu apa arti dari tulisan aneh yang ada diprasasti tersebut. Bahkan aku masih mengingat dengan jelas bahwa 2 tahun yang lalu pernah datang rombongan dari para arkeolog. Mereka datang dengan tujuan untuk menerjemahkan tulisan yang aku anggap aneh diprasasti tersebut. Namun hasilnya nihil. Tak ada satu kata pun yang bisa diterjemahkan.
Tiba-tiba, disaat aku menikmati pemandangan ini. Ibuku mengganggu atmosfer suasana pagi. Dengan berteriak, ia memanggil namaku.
“Rioo! Lekaslah bangun! Jangan bermalas-malasan. Segera rapikan kamarmu dan cepatlah turun membantu Ayah dikebun!”, teriak Ibu yang mengganggu lamunanku. Aku pun menjawab dengan nada malas.
Ibu selalu bersikap seperti itu ditiap pagi. Tak lupa namaku selalu menjadi sapaan Ibu dengan teriakannya. Namaku Rioxa, biasa dipanggil Rio. Aku adalah bocah laki-laki yang berumur 15 tahun. Ayahku adalah seorang petani. Jikalau musim panen seperti ini, Ayah membutuhkan bantuanku dikebun. Karena pada sore harinya para pengepul biasanya mengambil hasil panenan Ayah langsung dari kebun. Hanya kebun warisan Kakek yang dapat membantu perekonomian keluarga ini.
Setelah kurapikan kamarku, dengan segera aku turun menuju ke dapur. Tak lupa aku melirik prasasti Sigilyph dengan badung. Saat aku memasuki dapur yang bernuansa hijau, aku melihat kakak perempuanku satu-satunya yang sangat aku sayangi, ia bernama Lori. Perempuan berparas cantik itu sedang membantu Ibuku memotong sayuran. Namun aku tak menghentikan langkahku, aku langsung menuju ke pintu belakang untuk segera menyusul Ayah dikebun. Tak lupa aku mengambil gunting Ayah yang biasa digunakannya untuk memetik buah hasil panen dan bersiap untuk berangkat ke kebun. Ibuku yang mengetahui aku mengacuhkan mereka, sontak ia memanggilku
“Hei Rio! Mau kemana kamu?”, tanyanya
“Ibu tadi menyuruhku untuk membantu Ayah”, jawabku memperjelas perkataannya tadi pagi
“Tunggu! Kemarilah sebentar”,
“Ada apa lagi, Bu?”, sahutku dengan dongkol sambil menuju kearah Ibu yang didepannya terdapat sebuah semangka segar berukuran besar
“Ini”, ucap Ibu sambil memberiku sebuah pisau besar yang berkarat dan sudah bengkok itu. Pisau itu biasa digunakan Ibu untuk memotong buah-buahan berukuran besar.
“Pisau ini  untuk apa, Bu?”, tanyaku heran
”Ibu ingin memotong semangka ini, tetapi pisau yang biasa ibu gunakan ini sudah berkarat. Tolong kamu bawa pisau ini ke rumah Pak Wo dan minta dia untuk membenarkan pisau ini agar tidak mudah berkarat”, ucap Ibu.
Pak Wo adalah panggilan seorang pandai besi didesa ku, nama lengkapnya adalah Wolfavea, entah mangapa orang-orang lebih suka memanggilnya Pak Wo. Orang ini memiliki postur tubuh yang tinggi dan juga berkulit hitam karena terlalu sering berada di depan tungku perapian yang panas. Dari penampilan fisiknya, orang ini terlihat menyeramkan sehingga aku sedikit ragu untuk pergi menemuinya. Tetapi karena ini adalah perintah Ibuku dan aku tak ingin urusan ini menjadi panjang. Maka aku hanya bisa mengiyakannya.
“Baiklah, Bu”,
“Ini uangnya, hati-hati dijalan ya!”, jawab Ibu dengan menyodorkan beberapa lembar uang.
Rumah pak Wo terletak tak jauh dari rumahku, hanya sekitar tiga puluh meter dari rumah. Jadi hanya butuh beberapa menit dengan berjalan kaki untuk mencapai rumahnya. Sesampainya di rumah pak Wo, aku sedikit ragu untuk mengetuk pintu rumahnya. Tetapi akhirnya aku memberanikan diri mengetuk pintu rumahnya.
“Permisi..”, sapaku ragu
“Iya sebentar”, jawab Pak Wo dengan nada tegas tanpa berteriak. Meskipun ia berada didalam rumah. Kemudian ia menyambutku dengan senyuman ramahnya. Sehingga pada saat itu juga, keraguanku terhadap Pak Wo yang menyeramkan memudar. Ia menanyakan kedatanganku ke rumahnya.
“Ini, Pak. Ibu ingin pisau ini tidak cepat berkarat”, jawabku sambil menunjukkan pisau Ibu yang kubawa. Kemudian ia mempersilahkanku untuk memasuki rumahnya yang sedikit panas karena tungku perapian yang besar berada tepat diruang tengah. Saat masuk ke dalam rumah Pak Wo, dia membawaku ke sebuah ruangan tepat dibelakang rumahnya yang biasa dia gunakan untuk memperbaiki besi-besi tua. Aku juga tidak tahu sebenarnya, yang pasti disana ada sebuah tungku perapian dan beberapa tumpukan besi-besi tua yang sudah berkarat. Rumah tersebut sangat berantakan. Mungkin karena Pak Wo tidak sempat membersihkan rumahnya dan juga ia tidak memiliki siapa-siapa dirumah tersebut. Kemudian aku memecahkan keheningan dirumah ini dengan pertanyaan-pertanyaan yang selama ini ingin aku tanyakan kepadanya.
“Mmm, Pak Wo selama ini tinggal sendiri?”, tanyaku sedikit ragu
“Iya seperti yang kamu ketahui. Kenapa?”, jawab Pak Wo sambil menyiapkan tungku perapiannya
“Tidak apa-apa. Lalu, bagaimana dengan keseharian Bapak? Mulai dari makan, bekerja, cuci baju, apa semuanya Bapak kerjakan sendiri?”, cetusku lagi
“Memang seperti itu. Namanya juga hidup sendiri. Tapi untuk urusan makan biasanya makan diwarung sebelah. Terkadang aku membeli bahan makanan dipasar dan kumasak sendiri. Itupun jika aku tidak sibuk”, jawab Pak Wo dengan memanasi tungku perapian
“Lalu mengapa Pak Wo tidak menikah saja? Jika ada istri dirumah maka ia dapat membantu meringankan pekerjaan rumah”, celotehku dengan ragu karena aku takut menyinggung perasaan Pak Wo
“Setiap orang punya alasan sendiri atas apa yang mereka lakukan”, jawab Pak Wo sambil berjalan ke arah ku.
Kemudian dia meminta pisau yang kubawa. Setelah pisau itu kuberikan kepadanya, dia mempersilahkan aku untuk duduk di kursi kayu yang terletak di ujung ruangan ini. Namun karena rasa penasaranku ingin melihat cara Pak Wo menyulap pisau berkarat ini, maka kupidahkan kursi itu dan kudekatkan disebelahnya. Selama pak Wo bekerja aku hanya bisa diam dan memperhatikan apa yang dilakukan Pak Wo. Dari mulai melebur pisau itu, kemudian mencetak, kemudian mengasahnya, hingga akhirnya pisau ini bisa menjadi pisau yang baru lagi.
“Ini!”, ucap Pak Wo sambil memberikan pisau Ibu yang nampak seperti baru lagi
“Kamu tadi mengatakan kalau ibumu ingin pisau ini tidak mudah berkarat, jadi aku mencampurnya dengan logam lain agar bisa menjadi pisau stainless steel. Pisau stainless ini akan memerlukan waktu yang lama untuk bisa berkarat lagi” sambungnya
“Oh, terima kasih banyak Pak. Ini uangnya”, ucapku sambil merogoh kantong celanaku dan memberikan uang dari Ibu. Pak Wo menolak pemberian uang Ibu. Ia mendorong tanganku dan menyuruhku untuk segera pulang. Ia mengingatkanku akan Ibu yang sedang menungguku untuk menggunakan pisau itu. Sehingga aku berpikir bahwa yang diucapkan Pak Wo benar. Aku berpamitan pulang kepadanya dan menganggap ini sebuah harga khusus yang diberikan untuk tetangganya.
Sesampainya dirumah, Ibu kaget melihatku memberikan pisau dapurnya yang sudah baru lagi dengan uangnya yang masih utuh. Sehingga ia menegurku.
“Mengapa uangnya masih utuh, Rio? Apa kamu lupa memberikan kepadanya?”, tanya Ibuku
“Tadi sudah kuberikan, tetapi Pak Wo menolak uang ini. Mungkin saja dia menggratiskan ini karena kita ini tetangganya”, jawabku santai.
“Tapi juga bukan seperti itu. Ibu jadi tidak enak sendiri dengan Pak Wo. Lagi pula Pak Wo juga butuh makan. Lain kali kalau dia begitu lagi, lebih baik tinggalkan saja uangnya”, ucap Ibu dengan tegas
“Sudah kalau begitu, cepatlah mandi dan antarkan bekal ini untuk Ayahmu dikebun!”, sambungnya dengan melihat diriku yang masih belum mandi. Kakakku yang mendengar perkataan Ibu tertawa geli.
Tanpa menjawab apa yang diucapkan Ibu, aku segera menuju ke kamar mandi. Setelah aku membersihkan badan, tanpa basa-basi langsung saja kuambil bekal yang sudah disiapkan Ibu di meja makan. Saat keluar dari rumah kulihat disana ada Pak Tsutarja, kepala desa ini sedang berjalan melintasi prasasti Sigiliyph sambil membawa tiga kardus yang ditumpuknya. Entah barang apa yang sedang dia bawa, tapi barang itu terlihat banyak sekali. Kemudian aku berniat  membantunya. Tetapi saat aku berlari kearahnya dan kupanggil namanya, mungkin karena aku memanggilnya terlalu keras di jarak yang sedekat itu. Sehingga dia terkejut dan tersandung. Pak Tarja terjatuh, kardusnya pun menjadi rusak. Aku berusaha menolongnya tetapi alangkah sialnya, aku pun ikut terjatuh. Tidak sengaja kami berdua menyentuh Prasati Sigiliyph.
Tiba-tiba, kami merasa melihat kejadian dimasa lampau dari prasasti itu. Kami melihat ada sebuah meteor yang akan jatuh kearah kami. Dengan sontaknya, aku dan Pak Tarja berteriak meminta bantuan. Jika benda tersebut jatuh didesa ini maka ia bisa meledakkan daerah ini. Tetapi, datang makhluk seperti monster berukuran besar. Ia meloncat kearah meteor tersebut. Dengan sekuat tenaga, ia berusaha menahan meteor itu. Namun sayangnya, dia tidak bisa menahan meteor itu sehingga membuatnya jatuh tertindih meteor. Disaat monster itu mati, jasadnya berubah menjadi abu yang bercahaya dengan terangnya dilangit gelap dan sunyi  kemudian hilang tertiup angin.
Kejadian menegangkan itu terjadi di malam hari.  Saat semua orang tertidur sehingga tidak ada orang yang melihat kejadian itu. Namun ternyata, ada seorang bocah laki-laki yang keluar dari toko pandai besi dengan membawa pisau dari toko tersebut. Dengan tatapan kosong seperti layaknya orang kerasukan, ia mengukir batu meteor itu dengan pisau yang dia bawa tadi. Setelah dia selesai mengukir tulisan di batu itu kemudian bocah itu tiba-tiba terjatuh pingsan tepat didepan batu meteor. Anehnya batu meteor itu bentuknya mirip sekali dengan prasasti Sigiliyph didesa ku dan toko pandai besi itu terletak di sebelah utara batu meteor itu sama seperti rumah Pak Wo yang juga seorang pandai besi.
Setelah melihat kejadian dimasa lalu dan kembali ke dunia nyata. Aku dan Pak Tsutarja langsung berpandangan terkejut melihat satu sama lain. Kami mengurungkan niat kami untuk melakukan tugas yang seharusnya kami kerjakan. Aku dan Pak Tsutarja menuju rumah Pak Wo dan menceritakan apa yang baru saja terjadi. Kemudian Pak Wo hanya bisa tersenyum dan kemudian bercerita kalau bocah yang mengukir batu itu adalah Kakeknya. Dan bocah tadi ternyata kerasukan arwah dari monster yang berusaha menahan meteor itu jatuh dan meledak. Ternyata bocah itu alias Kakek Pak Wo juga tidak tahu apa yang baru saja ia tulis. Dia hanya diberi mandat untuk menjaga batu ini selayaknya batu nisan dari makam monster itu. Tetapi setelah menceritakan kisah itu kepada Pak Wo dan ia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dimasa lalu, ia memohon perjanjian kepadaku dan Pak Tsutarja untuk tidak menceritakan kejadian tersebut terhadap warga ataupun orang lain. Tak satupun boleh mengetahui cerita tersebut kecuali kami bertiga karena kami bertiga telah melihat apa yang sebenarnya terjadi pada batu itu. Aku dan Pak Tustarja menyetujui dan memahaminya. Setelah itu, kami bertiga melakukan aktivitas masing-masing tanpa menujukkan raut yang baru saja kami alami. Aku pun bergegas menuju kebun untuk membantu Ayah dan berharap ia tidak menungguku terlalu lama. Dalam perjalanan, aku hanya tersenyum lega karena telah mengetahui asal-usul batu misterius tersebut.




Anggit Damar Susanto
X MIA 3
05

Ujung Pandang


Aku sekarang sadar
Betapa bodohnya aku
Aku selalu dijalan yang sama
Aku juga tidak pernah melalui jalan yang berbeda
Tetapi…
Jalan yang selama ini aku lalui tidak membuatku bahagia
Aku hanya mendapat kesedihan & rasa iri
Aku akan mencoba menuju jalan yang berbeda
Aku ingin merasakan kebebasan
Bernafas bebas
Berpikir bebas
Dan melakukan hal yang aku suka
Yang menghambat adalah..
Aku sudah terbiasa di jalan itu
Aku seperti anak-anak
Aku hanya bisa menunggu tapi tidak bisa melakukan
Tuhann…
Apa yang salah dari semua ini??
Jika jalan itu untukku
Maka buatlah hamba nyaman di jalan itu
Jika itu bukan jalan yang cocok untuk hamba
Tolong... hapus semua ingatan hamba di jalan itu
Aku tersiksa
Bukan fisik tapi rohani
Aku punya hati
Aku bisa merasakan apa yang dilakukan sang pemilik jalan itu kepadaku
Dan para kucing-kucing yang selalu mengikuti penjaga jalan itu
Penjaga jalan tidak melihat aku yang sedih di pucuk jalan
Tetapi kucing-kucing itu yang selalu membuat aku iri
Dia bebas mengitari penjaga jalan
Dia bisa bersenda gurau dengan penjaga jalan
Aku selalu ingin seperti itu
Itu mengapa aku menjuluki diriku “siput”
Aku akan masuk kedalam rumahku jika dia datang
Aku berjalan lamban sehingga aku tidak bisa mengejarnya
Ahh…
Aku pikir semua ini percuma
Aku akan memilih jalan lain
Keyakinanku masih kuat
Aku menyayangi hatiku agar hati ini tidak merasakan sakitnya aku
Aku pasti bisa menghilang dalam pekat malam
Aku merasakan keabadianku
aku ingin ini NYATA

Damien Rice - 9 Crimes (ost Shrek 3)

Leave me out with the waste
This is not what I do
It's the wrong kind of place
To be thinking of you
It's the wrong time
For somebody new
It's a small crime
And I've got no excuse

Is that alright?
Give my gun away when it's loaded
Is that alright?
If u don't shoot it how am I supposed to hold it
Is that alright?
Give my gun away when it's loaded
Is that alright
With you?

Leave me out with the waste
This is not what I do
It's the wrong kind of place
To be cheating on you
It's the wrong time
She's pulling me through
It's a small crime
And I've got no excuse

Is that alright?
I give my gun away when it's loaded
Is that alright?
If you dont shoot it, how am I supposed to hold it
Is that alright?
I give my gun away when it's loaded
Is that alright
Is that alright with you?

Is that alright?
I give my gun away when it's loaded
Is that alright?
If you don't shoot it, how am I supposed to hold it
Is that alright?
If I give my gun away when it's loaded
Is that alright
Is that alright with you?

JET - Look What You've Done

Take my photo off the wall
If it just won't sing for you
'Cause all that's left has gone away
And there's nothing there for you to prove

Oh, look what you've done
You've made a fool of everyone
Oh well, it seems like such fun
Until you lose what you had won

Give me back my point of view
'Cause I just can't think for you
I can hardly hear you say
What should I do, well you choose

Oh, look what you've done
You've made a fool of everyone
Oh well, it seems like such fun
Until you lose what you had won

Oh, look what you've done
You've made a fool of everyone
A fool of everyone
A fool of everyone

Take my photo off the wall
If it just won't sing for you
'Cause all that's left has gone away
And there's nothing there for you to do

Oh, look what you've done
You've made a fool of everyone
Oh well, it seems like such fun
Until you lose what you had won

Oh, look what you've done
You've made a fool of everyone
A fool of everyone
A fool of everyone

Masalembo Triangle


Hai sobat I-Lee kita akan mengusut tentang daerah misterius di Negara kita sendiri.
Segitiga Bermuda telah lama di kenal oleh masyarakat dunia. Namun, jangan di kira daerah misterius hanya ada di Bermuda saja, lho. Negara kita juga memliki segitiga misterius, yang tak kalah dengan segitiga Bermuda. Mau tahu ??
Telah berulang kali terjadi kecelakaan maut, yang menimpa pesawat terbang dan kapal laut KM Tompas mas II tahun 1981, tenggelamnya kapal Senopati Nusantara, lalu jatuhnnya Adam Air. Semuanya di duga pada kawasan yang sama, di seputar Masalembo.
Pulau Masalembo sebenarnya sebuah pulau kecil yang berada di ujung Paparan Sunda. Pulau-pulau kecil ini berada di daerah “pertigaan” laut, yaitu Laut Jawa yang berada di sebelah Barat dan Timur dengan Selat Makasar yang memotong berarah Utara-Selatan. Pola kedalaman Laut di Segitiga Masalembo ini sangat jelas menunujukkan, bentuk segitiga sama sisi.
Nah sobat I-Lee, ada apa saja di daerah seputaran Segitiga Masalembo ini? Coba kita lihat dari sisi ilmiahnya saja.
Ternyata, di daerah segitiga Masalembo ini, merupakan pertemuan arus-arus laut yang berbeda suhunya. Selain itu, dasar laut wilayah Segitiga Masalembo yang berbeda-beda kedalamannya, juga di anggap bisa mempengaruhi keadaan lautan. Karenanya, sering timbul pusaran angin, badai, tau gangguan alam lainnya, secara tiba-tiba. Gangguan itu terutama sering terjadi pada awal tahun, saat arua-arus laut mengalami perubahan suhu dan lainnya. Yah, tentu saja berbagai factor alam ini akan sangat memengaruhi pelayaran di wilayah itu.
Kalau di bandingkan dengan segitiga Bermuda, sebetulnya lokasi segitiga Masalembo tidaklah menunjukkan keanehan. Sepertinya misteri segitiga Masalembo lebih di tentukan factor gangguan alamiah dan bukan mistis . yang mungkin paling dominan adalah factor meteorolgis termasuk di dalamnya adalah angin, hujan, awan, kelembapan air, dan suhu udara, yang mungkin memang merupakan akibat dari keadaan alam di sekitar sana yang sangat unik.
Kalau memang Masalembo Triangle ini banyak menimbulkan masalah transportasi, tentunya perlu di pasang rambu-rambu lalu lintas laut, mercusuar, dan radar pengamat yang lebih canggih. Usahakan tidak  melewati wilayah ini pada awal tahun. Juga tak kalah penting, selalu di siapkan pasukan penyelamat yang terampil dan siap setiap saat, untuk memberikan pertolongan. Setuju kan, sobat I-Lee ?!?!

Tak Seperti Janjimu

         Kisah ini berawal, dari tiga sahabat yang tak berpisah selama 4 tahun. Sahabat ini terdiri dari dua laki-laki dan satu perempuan. Yang pertama bernama Eric pemuda asli Inggris, dia yang paling bijak dan sangat cepat dalam menyelesaikan masalah. Dia juga berparas tampan dan banyak disukai para wanita. Yang kedua adalah pria keturunan Amerika bernama Thomas, dia yang paling badung diantara yang lain karena sikapnya yang selalu dimanja. Sikapnya keras kepala tetapi dia sangat membenci jika sahabatnya tersakiti. Dia adalah anak dari sahabat Ayah Eric, maka dari itu ia dapat berteman dengan Eric. Yang terakhir adalah gadis keturunan Taiwan. Ia bernama San Chai. Sikapnya keras, tetapi dia pintar dalam memainkan alat-alat musik. Sayangnya dia adalah seoang anak yatim. Ibunya bekerja di perusahaan orang tua Eric.
Berawal dari liburan musim panas, tiga sahabat itu berlibur ke pantai bersama. San Chai bangun pagi hari sekali hanya untuk melihat matahari terbit. Dengan menggunakan piyamanya ia  duduk di pinggir pantai dibawah matahari terbit dan menyambutnya dengan tersenyum. Eric pun menghampiri San Chai yang sedang menikmati matahati tersebut.
“Hei, kau terlihat bahagia sekali,” sapa Eric
“Ah, aku hanya merasa bebas sekali,” jawabnya dengan menghirup udara yang sejuk itu. “Dimana Thomas?,” tanyanya dengan penasaran.
“Dia jarang sekali bisa bangun sepagi ini. Biarkanlah, dia lelah telah menyetir kemarin,” ucap Eric dengan tawa kecil. Akhirnya Eric duduk di pinggir San Chai dan bergabung melihat matahari terbit dengan indahnya. Tiba-tiba, Thomas keluar dengan membawa dua cangkir kopi.
“Hei! Kenapa kalian menikmati pemandangan ini tanpa aku?,” seru Thomas dengan mengejek sambil menyodorkan cangkir kopi kepada mereka.
“Apa yang membuatmu bisa berbuat baik seperti ini?,” tanya San Chai heran. Akhirnya mereka semua tertawa bersama.
Siang harinya, Eric mengajak mereka berjalan dipinggir pantai. Disepanjang perjalanan mereka hanya terdiam menikmati pemandangan. Mereka saling tersenyum melihat indahnya ciptaan ini. Akhirnya San Chai memulai percakapan, ia merasa bahwa persahabatan ini tidak akan pudar hingga kelak mereka sukses akan terus bersama. Eric mengiyakan dengan anggukan kepala. Thomas menggoda San Chai bahwa itu hanyalah bualan San Chai agar tidak berpisah dengan Thomas. Cubitan pipipun diberikan San Chai kepada Thomas. Akhirnya mereka tertawa gembira.
Mereka tiba dipasar buah tangan. Banyak sekali kerajinan yang menarik dari kerang-kerang pantai. Akhirnya San Chai pergi memasuki pasar tersebut tanpa mengajak Thomas dan Eric. Eric berteriak mengingatkan San Chai untuk berhati-hati dan berkumpul ditempat itu kembali, sedangkan Thomas menganggap itu adalah hobi perempuan yang tidak bisa diubah. San Chai hanya tak acuh sambil melambaikan tangan tanpa menoleh kearah mereka. Akhirnya dua pemuda itu juga memutuskan untuk berpisah mencari barang yang mereka sukai.
Setelah puas berbelanja, San Chai kembali ketempat mereka berpisah. Bertepatan dengan Eric yang telah selesai berbelanja. Mereka menunggu Thomas yang tak kunjung datang. 10 menit kemudian, Thomas datang dengan tangan kosong. San Chai pun kesal karena dia hanya menunggu orang yang tidak melakukan apa-apa. Itu seperti menunggu batu yang berbicara, anggapnya. Tetapi Thomas menenangkan San Chai. Tangannya merogoh saku bajunya dan mengeluarkan tiga buah gelang yang terbuat dari kerang. Gelang kerang itu memiliki tiga warna yaitu warna merah untuk Eric, warna kuning untuk San Chai, dan warna biru untuk dirinya sendiri. Thomas pun mengatakan alasannya dia membeli gelang tersebut.
“Kawan, gelang ini gratis untuk kalian. Gelang ini simbol bahwa kita sahabat selamanya. Jika kau merasa sendiri, lihatlah gelang ini. Percayalah bahwa kita pasti selalu ada dan  saling mendukung apa yang kita lakukan dan kita selalu menerima satu sama lain apa adanya. Tak ada yang dapat memisahkan kita. Berjanjilah!,” tegas Thomas dengan sangat yakin. Eric pun memberikan pukulan tinju ketangan Thomas, dengan tersenyum dan berjanji ke Thomas. San Chai memeluk Thomas dengan berkata,
“Aku tidak menyangka bahwa kamu adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki meskipun kamu keras kepala. Aku berjanji!” ucap San Chai dengan bahagia. Thomas pun hanya mengangguk dan yakin bahwa mereka tak dapat dipisahkan. Kemudian San Chai menggandeng tangan Eric dan Thomas. Ia mengajak mereka untuk menikmati makan siang.
Sesampainya mereka di wisma. Eric bergumam bahwa 3 hari lagi liburan musim panas akan berakhir dan mereka akan kembali masuk sekolah. Thomas kesal karena Eric mengingatkan hal itu, ia ingat bahwa dia belum mengerjakan beberapa tugas. San Chai marah mendengarnya sehingga ia mengajak untuk kembali pulang dan menyuruh Thomas untuk mengerjakan tugasnya, tetapi San Chai berjanji membantunya. Thomas pun berterima kasih kepada San Chai dengan menyebutnya sang bidadari karena telah menyelamatkan hidupnya. San Chai hanya menahan tawa karena geli mendengar celotehan Thomas. Eric pun akhirnya menyuruh mereka untuk mengemasi barang-barang dan kembali pulang.
Tiga hari telah berlalu, mereka menuju kesekolah bersama. Tepat didepan gerbang, mereka berpisah jalan. Karena kelas mereka telah diacak. Mereka tidak satu kelas lagi. Eric melambaikan tangan kepada mereka. Thomas menggoda San Chai bahwa ia ingin mengantarkan sampai kedepan kelasnya. San Chai kesal dan menyuruh Thomas untuk pergi kekelas terlebih dahulu karena dia sedang menunggu teman sebangkunya. Thomas pun mengiyakan dengan tersenyum geli karena berhasil menggoda San Chai dan pergi ke kelasnya.
Disaat San Chai sedang menunggu teman sebangkunya yang bernama Delia. Tiba-tiba Delia datang bersama siswa baru. Parasnya cantik, bajunya rapi sopan, dan dia sangat murah senyum. Delia akhirnya menyapa San Chai dari lamunannyaa mengamati siswa baru tersebut.
“Hai San Chai. Kau sedang melihat siapa?,” celetuk Delia mengagetkan San Chai.
“Oh hai! Aku sedang menunggumu,” jawabnya dengan tersenyum
“Wah terima kasih. Oh perkenalkan ini teman lamaku. Dia bernama Natalie. Dia baru pindah minggu yang lalu,” ajak Delia kepada San Chai untuk berkenalan
“Hai namaku Natalie Caroline. Aku berasal dari Denmark. Senang berkenalan denganmu,” sapa Natalie dengan senyum manis juga sopan dan mengajak San Chai berjabat tangan
“Hai, aku San Chai. Senang berkenalan denganmu juga. Tapi dimana kelasmu?,” tanyanya. Tetapi Natalie terlihat kebingungan dan menjawab pertanyaan San Chai bahwa Natalie satu kelas dengan Thomas. San Chai terekejut dan memiliki perasaan yang buruk, tetapi ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu hanya desiran angin lewat. Bel masuk akhirnya berbunyi, Delia menyuruh San Chai untuk pergi ke kelas terlebih dahulu karena ia masih mengantarkan Natalie ke kelas barunya. San Chai pun pergi dengan perasaan yang tetap tidak dapat ditebak.
Setelah 180 menit pelajaran, bel istirahat akhirnya berbunyi. Seperti biasa, tiga serangkai makan siang bersama dikantin. San Chai pun membuat topik pembicaraan tentang Natalie sang siswi baru. Eric penasaran dengan siapa Natalie itu. Thomas akhirnya menyela pembicaraan dan mengatakan tentang asal-usul Natalie. Ia sangat bersemangat sekali menceritakannya. Eric pun dengan serius mendengar ocehan Thomas, tetapi hanya San Chai yang tetap makan dan memiliki perasaan yang tidak enak. Tiba-tiba, Natalie datang dengan Delia. Thomas pun menyapa Natalie. Natalie hanya tersenyum malu. Dengan semangat, Thomas menghampiri Natalie dan berbicara sesuatu, selanjutnya Natalie hanya mengangguk tersenyum. Eric kemudian bertanya kepada Thomas apa yang mereka bicarakan. Thomas hanya tersenyum bahagia, tetapi ia melihat San Chai yang acuh dengan tingkahnya. Thomas pun menanyakan keadaan San Chai. Ia akhirnya menutupi kegelisahannya dan menjawab bahwa ia hanya berpikir bahwa Thomas menyukai Natalie, tetapi apakah Natalie bisa menerima perasaan Thomas. Ejekan San Chai membuat mereka tertawa dan Thomas kesal dengan pemikiran San Chai. Setelah bercanda dan menghabiskan makan siang mereka. Akhirnya mereka kembali ke kelas masing-masing.
Eric dan San Chai menunggu Thomas yang tak kunjung muncul diwaktu pulang sekolah. Setelah sekian lama mereka menunggu, Thomas akhirnya keluar bersama Natalie. Eric menyambut dengan tersenyum dan mengajak Natalie untuk pulang bersama. San Chai berjalan bersama Natalie. Karena keramahan Natalie, kegelisahan San Chai akhirnya memudar dan ia merasa telah berpikir buruk terhadap Natalie. Setelah di persimpangan jalan, Natalie berpamitan kepada mereka untuk berpisah karena rumah Natalie menuju ke belokan kiri jalan. Eric dan San Chai mengiyakan dan mengingatkan untuk berhati-hati. Tetapi Thomas dengan semangatnya berminat untuk mengantarkan Natalie pulang, ia beralasan Natalie bisa saja lupa jalan pulang karena ini pertama kali ia melewati jalan ini. Karena hari mulai beranjak gelap, Eric dan San Chai menyetujui Thomas dan menyuruhnya untuk menjaga Natalie. Mereka akhirnya berpisah menuju arah yang berbeda.
Esok harinya, Thomas mengirimkan pesan kepada Eric dan San Chai bahwa ia tidak dapat pergi kesekolah bersama karena ia mengantarkan Natalie. San Chai kesal dengan sikap Thomas padahal rumah Thomas jauh dari rumah Natalie. Eric hanya menenangkan San Chai dan berkata bahwa itu wajar karena Natalie adalah orang baru dikota ini dan dia masih membutuhkan pemandu jalan. San Chai akhirnya mengerti dan tersenyum. Kemudian mereka berjalan menuju sekolah hanya berdua.
Disaat bel istirahat, San Chai mengirim pesan kepada Eric bahwa ia tidak bisa makan siang bersama karena ia memiliki tugas yang dikumpulkan hari ini, ia meminta maaf dan menyuruh Eric untuk makan siang bersama Thomas dan titip salam kepadanya. Eric membalas bahwa ia mengerti.
Bel pulang sekolah, San Chai menuggu Eric dan Thomas keluar. Eric keluar dengan gayanya yang keren sehingga banyak pandangan wanita yang menuju kearahnya. San Chai menggoda Eric bahwa ia takut akan dibunuh oleh ribuan wanita karena ia dekat dengan Eric. Eric kesal dan mencubit pipi San Chai. Mereka duduk didepan gerbang sekolah menunggu Thomas, tiba-tiba San Chai bertanya tentang suasana makan siang tadi tanpa dirinya. Eric berkata bahwa ia makan sendirian karena Thomas makan bersama Natalie, tetapi itu tidak masalah bagi Eric. San Chai terkejut dan marah sekali dengan sikap Thomas yang berubah semenjak adanya  Natalie. Eric menenangkan dan berkata pada San Chai sebaiknya mereka pulang tanpa Thomas. San Chai terkejut dan bertanya. Ternyata, Thomas telah pulang duluan bersama Natalie. Kekesalan San Chai menjadi dan ia akan menegaskan kejadian ini hari esok kepada Thomas. Eric hanya terdiam dan melihat gelang pemberian Thomas.
Keesokan harinya, San Chai menyuruh Eric untuk menuju ke kelas terlebih dahulu karena ia memiliki urusan pribadi. Ternyata San Chai menuggu Thomas yang datang bersama Natalie. San Chai menyapa Natalie dan menyuruhnya untuk pergi ke kelas terlebih dahulu Thomas kesal kepada San Chai karena sikapnya yang aneh terhadap Natalie. San Chai menyela Thomas yang sedang kesal.
“Thomas! Sikapku tidak aneh! Sikapmu yang aneh! Semenjak kamu bertemu dengan Natalie. Kamu melupakan Aku dan Eric! Apa kamu tidak tahu bahwa Eric kemarin makan siang sendiri tanpa ditemani kita?!,” bentak San Chai dengan tegas
“Hei! Justru kamu yang meninggalkan Eric sendirian! Aku telah bertanya kepada Eric diamana dirimu dan aku telah berkata bahwa aku akan makan bersama Natalie! Eric pun menjawab tanpa berat hati! Kenapa kamu yang membingungkan masalah ini?!,” bentak Thomas lebih keras
“Tapi kamu bisa makan se-meja bersama Eric bukan meninggalkannya demi kesenangan tidak jelas ini!,” tukas San Chai. Thomas merasa sangat tersindir dengan San Chai sehingga ia lebih mendekat kearah San Chai.
“Sekarang apa maksudmu?! Apa kamu cemburu? Jangan pernah berharap aku menyukaimu San Chai!,” tegas Thomas dengan mata melotot melihat San Chai. San Chai pun merasa tersindir.
“Thomas! Aku sahabatmu! Kamu telah aku anggap sebagai kakakku! Aku tidak ingin kamu melupakan aku dan Eric. Hanya itu!,” bentak San Chai kepada Thomas. Thomas geram, ia menuju ke kelas dengan mengacuhkan San Chai. Ia berjalan dengan tangan mengepal yang menandakan ia sedang kesal. San Chai merasa ia ingin menangis karena telah melakukan adu mulut dengan sahabat yang ia sayangi dan berkahir seperti ini. Ia sangat menyesali dan menyalahkan dirinya sendiri.
Bel istirahat berbunyi, San Chai hanya makan siang bersama Eric. Ia mengatakan apa yang terjadi tadi pagi. Eric sangat sedih mendengar cerita tersebut. Eric menjelaskan kepada San Chai bahwa Thomas berhak bersama teman yang lain dan sebagai sahabat seharusnya tidak terlalu posesif. Ia menganjurkan San Chai agar meminta maaf kepada Thomas. San Chai dengan merasa bersalah menganggukkan kepala dan merenungkan perkataan Eric.
Tiba-tiba, Thomas datang bersama Natalie dan teman-temannya yang lain. Segerombolan itu melewati San Chai dan Eric. Thomas tidak menyapa dua sahabatnya itu. Keanehanpun dirasakan oleh seluruh pengunjung kantin sekolah. Mereka saling membicarakan dan menebak apa yang terjadi. Karena Natalie merasa tidak enak hati kepada San Chai, maka ia menghampiri San Chai dan meminta ijin untuk makan bersamanya. Thomas geram melihat Natalie yang mendekati San Chai. Ia masih dendam dengan kejadian tadi pagi. Akhirnya sikap buruk Thomas muncul.
“Natalie, kenapa kamu menghampiri gadis itu?!,” tanya Thomas sambil melihat San Chai. San Chai hanya tertunduk menyesal dan terdiam.
“Apa kamu mau bergabung dengan kita?. Kemarilah, ada satu kursi kosong untukmu,” jawab Natalie polos dengan tersenyum dan menenangkan suasana.
“Aku tidak mau duduk bersama mereka!,” ketusnya. Eric akhirnya terkejut dan menjadi kesal juga dengan kelakuan Thomas seperti itu dihadapan seluruh murid. Natalie juga terkejut mendengar perkataan Thomas.
“Hei Thomas! Atas nama siapa kamu permalukan kami dihadapan seluruh murid!,” bentak Eric. Thomas hanya tertawa dan mengolok mereka kembali. San Chai akhirnya menangis. Melihat San Chai menangis, Natalie memeluk dan menenangkan San Chai. Kemudian San Chai berdiri dan menghampiri Thomas.
“Thomas, maafkan aku atas kejadian pagi tadi. Aku sangat menyesal, aku tidak ingin persahabatan kita hancur hanya karena kejadian itu,” mata San Chai berlinang melihat Thomas yang tidak mau melihatnya. Kemudian San Chai memeluk Thomas, tetapi Thomas mendorong San Chai hingga ia terjatuh.
“Aku tidak mau berteman dengan seorang anak yatim!,” bentak Thomas dihadapan seluruh murid. Tangis San Chai semakin menjadi sehingga Eric menghampiri San Chai. Eric geram dan tak disangka ia memukul wajah Thomas hingga hidungnya mengeluarkan darah. Thomas dan San Chai terkejut melihat Eric seperti ini. Karena Eric merupakan tipe anak yang pendiam.
“Thomas! Berani sekali kamu mengatakan itu kepada San Chai! Apa kamu lupa bahwa San Chai selalu menolongmu disaat kamu gelisah, disat kamu jenuh, dan disaat kamu tidak bisa mengerjakan tugas?! Apa ini rasa terima kasihmu terhadapnya?,” suara Eric lebih tegas dan lebih keras daripada biasanya. Tetapi Thomas bukannya menyadari kesalahannya. Dia semakin geram dan berdiri menatap Eric.
“Baiklah! Mulai saat ini, aku tidak butuh bantuan kalian! Jangan pernah menganggapku sahabat!,”. Tiba-tiba ia melepaskan gelang simbol persahabatan dan menginjaknya. San Chai melihat itu kemudian marah.
“Thomas! Ternyata kamu benar-benar serius melepaskan gelang kita. Apa kamu lupa bahwa kamulah yang memberikan gelang itu untuk simbol persahabatan kita? Dan kamulah yang membuat janji agar kita tidak berpisah? Dan sekarang kamulah yang melanggar janji itu sendiri! Aku benci kepadamu!,” bentak San Chai terhadap Thomas dengan cucuran air mata. Thomas hanya beranjak pergi dan membiarkan mereka. Ia mengajak Natalie untuk kembali ke kelas, tetapi Natalie geram. Wajah Natalie yang lemah lembut itu kemudian menjadi merah marah, sehingga ia berani menampar Thomas. Thomas semakin kesal dan meninggalkan mereka.
Seminggu berlalu, tiga sahabat itu bukanlah sahabat lagi. Dan dalam seminggu itu juga, Thomas tidak memiliki teman. Karena teman-temannya yang lain menganggap bahwa Thomas adalah orang jahat, mereka sangat menyesali sikap Thomas karena telah mencaci maki sahabatnya sendiri. Saat istirahat pun ia hanya makan sendiri, setelah itu dia lebih banyak menghabiskan duduk dibawah pohon dengan mendengarkan lagu. Tiba-tiba, lagu Simple Plan – Summer Paradise mengingatkannya saat ia dan dua sahabatnya itu berlibur musim panas dipantai dan mendengarkan lagu tersebut. Akhirnya dia menangis dan menyesali apa yang terjadi. Ia menyadari kesalahannya. Ia merasa malu kepada dirinya sendiri, karena ia yang membuat janji dan ia yang melanggar janji. Kemudian ia bergumam berkata,
“Semua ini tak seperti janjiku. Maafkan aku sahabat, aku sangat menyesalinya,” ia berkata dengan sedih dan mengeluarkan gelang simbol persahabatannya. Ia hanya terdiam merenungi nasibnya dan ditemani angin kesedihan yang berdesir lirih.